LAPORAN FISIOLOGI HEWAN ANALISIS ENZIM PENCERNAAN





ANALISIS ENZIM PENCERNAAN
I.                   Tujuan
a.       Mengetahui macam – macam enzim pencernaan yang terdapat pada saliva dan usus ikan.
b.      Mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan.
II.                Dasar Teori
Pencernaan merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih kecil. Proses pemecahan senyawa tersebut menghasilkan energi yang penting bagi kebutahan sel, jaringan, organ dan makhluk hidup. Pencernaan merupakan proses kimia. Proses kimia membutuhkan adanya enzim untuk perubahan kimia pada bahan dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi dan tidak ikut bereaksi. Dalam proses pencernaan, enzim dihasilkan oleh berbagai organ seperti usus halus, kelenjar ludah dan lambung. Enzim bersifat spesifik dalam proses pemecahan bahan kompleks (karbohidrat, protein, vitamin dan mineral) (Guyton, 1997).
Lehninger (2013) menyebutkan bahwa enzim merupakan protein khusus yang memiliki aktivitas katalistik. Poedjiadi dan Titin (2006) menambahkan enzim berfungsi sebagai katalis untuk proses biokimia yang tejadi didalam sel atau diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 sampai 1011 kali lebih cepat daripada reaksi tanpa katalis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut “extra cellular digestion”, sedangkan enzim yang dipertahankan dalam sel digunakan untuk pencernaan dalam sel itu sendiri atau disebut “intra cellular digestion”. Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel – sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver dan Hardy, 2002 dalam Fitriliyani, 2011).
Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Terdapat tiga enzim yang berasosiasi dengan sistem pencernaan yang berperan dalam tahap pencernaan nutrisi terbesar (karbohidrat, protein dan lemak). Tiga kelompok besar enzim itu adalah karbohidrase – mencerna karbohidrat, protease – mencerna protein, dan lipase – mencerna lipid (lemak) (Kay, 1998).
Organisasi sistem pencernaan dapat dibagi atas saluran pencernaan makanan dan organ – organ pencernaan makanan. Saluran pencernaan makanan yaitu suatu saluran yang terdiri dari rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus (terdiri dari duodenum, yeyenum, ileum), usus besar, dan porus usus (rectum atau anus). Sedangkan organ – organ pencernaan tambahan terdiri dari gigi, lidah kelenjar ludah, kandung empedu, hati, dan pankreas (Irianto, 2012).
Makanan dari kelompok karbohidrat mengalami proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis) di dalam mulut dan usus halus. Di mulut, karbohidrat akan dipecah oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh saliva melalui pemutusan ikatan glikosidik. Sedangkan di usus, karbohidrat dicerna oleh amilase menjadi disakarida yang kemudian diuraikan oleh enzim disakaridase (maltase, sukrase, dan laktase) menjadi monosakarida (glukosa, laktosa dn frktosa) yang kemudian diserap oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (Seelay, et. al, 2008). Makanan dari kelompok protein, mengalami proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis) di dalam lambung dan usus halus. Di lambung protein dicerna menjadi pepton. Sedangkan di usus halus, pepton dari lambung akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan karboksipeptidase menjadi asam amino yang kemudian diserap oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui perdaran darah (Martini,2012).
Makanan dari kelompok lipid (lemak) mengalami proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis) di dalam mulut dan usus halus. Di mulut, lipid dicerna secara sederhanaoleh enzim lipase. Di usus halus, lipid akan diemulsifikasi oleh cairan empedu menjadi droplet lemak (misel). Droplet lemak tersebut kemudian diuraikan oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol, yang kemudian di serap oleh usus halus dan diedarkan oleh jantung melalui pembuluh limfe yang selanjutnya disimpan di dalam jaringan adipos (Kay, 1998).
Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan. Kandungan nutrisi pakan nampaknya berpengaruh pula pada aktivitas enzim pencernaan (Fitriliyani, 2011). Secara anatomis, struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk tubuh, kebiasaan makanan, tingkah laku ikan dan umur ikan. Sistem atau alat pencernaan pada ikan terdiri dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan (Tractus digestivus) dan kelenjar pencernaan (Glandula digestoria). Menurut Affandi, et. al (2005) kelenjar pencernaan pada ikan terdiri dari hati dan pankreas. Kedua organ tersebut mengekskresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Bahan dari hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk usus melalui saluran “ductus chole dochus” dan saluran “ductus pankreatikus”. Dengan adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dengan usus depan, maka letak dari kedua kelenjar tersebut berada isekitar usus depan dan lambung. Hati merupakan organ penting yang mengekskresikan bahan untuk proses pencernaan.
Sekresi dari pankreas sudah jelas, yang secara berbeda cairan alkino mengandung enzim alkalinitas oleh ion bikarbonat yang menetralkan asam dari perut. Enzim proliotik dari cairan pankreas termasuk tripsin, kimotripsin karboksi peptidase. Tripsin diekskresikan sebagai senyawa aktif tripsinogen dapat diubah menjadi tripsin enterikinase dengan adanya ion Ca2+. Pada mulut manusia, kelenjar saliva menghasilkan 1-1,5 liter saliva setiap hari. Kandungan dari saliva antara lain, 99,4% air, 0,6% elektrolit (Na+, Cl- dan HCO3-), buffer, gliko-protein, antibodi, enzim dan waste products. Enzim yang terkandung adalah amilase (ptialin atau alpha – amilase) dan lingual – lipase (jumlahnya sedikit) (Martini, 2012).
Keberadaan karbohidrat dapat diuji menggunakan reagen benedict. Reagen ini dapat bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat yang mempunyai gugus karbonil bebas, yaitu semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dan trehalosa. Reagen benedict terdiri dari beberapa reagen: CuSO4 (menyediakan Cu2+), Na-sitrat (mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 atau CuCO3) dan Na2CO3 (sebagai alkali yang mengubah gugus karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif). Enol yang reaktif mereduksi Cu2+ dari senyawa kompleks dengan sitrat menjadi Cu+. Kemudian Cu+ bersama OH- menjadi CuOH (berwarna kuning), yang dengan pemanasan akan berubah menjadi endapan Cu2O yang berwarna merah. Warna yang terbentuk bervariasi mulai dari hijau, kuning, orange, merah sampai endapan merah bata, tergantung jumlah Cu2O yang terbentuk, sehingga reaksi ini dapat digunakan untuk menentukan adanya gula baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Maria, 2010).
Keberadaan protein dapat diketahui dengan dilakukannya uji biuret. Uji ini dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptida. Uji biuret didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Identitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan – ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Protein melarutkan hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon (Maria, 2010).
III.             Bahan dan Metode Kerja
  1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, botol warna gelap dan tutup, mortar dan pastle, gelas piala, pembakar spiritus, penjepit kayu, pipet kertas, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, corong kaca serta alat bedah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nila, akuades, toluen, putih telur, minyak goreng, gliserin 50%, reagen Biuret, reagen Benedict, kertas karbon, kertas saring dan korek api.
  1. Cara Kerja
  1. Membuat ekstrak usus
Ikan dibedah pada bagian perutnya lalu usus dipisahkan dari organ lainnya secara hati – hati. Usus halus diambil dengan cara memotongnya dari bagian akhir lambung hingga awal usus besar. Kantung empedunya diambil dengan hati – hati jangan sampai pecah. Usus halus dibuka dengan cara disayat secara longitudinal, kemudian dibersihkan dengan akuades dan dimasukkan kedalam mortar. Diambil 20 ml gliserin 50% dan dimasukkan kedalam mortar, ususnya dihaluskan. Toluen diambil 4-5 tetes, lalu dihaluskan kembali. Setelah halus usus tersebut dimasukkan kedalam dua botol. Botol ditutup rapat – rapat dan dibungkus dengan kertas karbon. Pada bagian luar botol diberi label nama kelompok.
  1. Tes pengaruh empedu terhadap lemak
Dua tabung reaksi disiapkan lalu diberi label A dan B. Kemudian isi kantung empedu dituangkan dalam tabung a dengan menggunting sedikit permukaannya. Empedu tersebut diencerkan dalam aquades sehingga volumenya menjadi 2 ml. Sebanyak 2 ml akuades dimasukkan ke dalam tabung B, sebagai kontrol. Kedalam dua tabung tersebut ditambahkan masing – masing sebanyak 2 ml minyak goreng. Keduanya dikocok kuat – kuat dan dibiarkan selama 5 – 10 menit. Kemudian diamati apa yang terjadi pada kedua larutan dalam tabung tersebut dan dibandingkan gumpalan lemak dalam masing – masing tabung.
  1. Analisa enzim pencernaan lambung
Cairan lambung diambil dengan cara menyayat lambung. Selanjutnya dilakukan tes pembuktian adanya proteinase yaitu dengan ditetesi larutan biuret dan dilihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan pemanasan diatas api dengan di gojok secara perlahan.
  1. Tes pembuktian adanya amilase
Dua tabung reaksi disediakan lalu diberi label A dan B. Reagen Benedict dituangkan ke dalam tabung tersebut masing – masing 2 ml. Dua tabung lain disiapkan dan diberi label C dan D. Larutan kanji matang yang encer dimasukkan masing – masing 2 ml ke dalam tabung C dan D.
Tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus, sedangkan tabung D ditambahkan 1 ml akuades. Kemudian kedua tabung tersebut digoyang selama 5 – 10 menit. Sebanyak 5 tetes larutan dalam tabung C diteteskan ke tabung A, dan larutan dalam tabung D diteteskan ke tabung B. kemudian tabung A dan B dipanaskan selama 5 menit dan diamati perubahan warna yang terjadi.
  1. Tes pembuktian adanya proteinase
Dua tabung reaksi disediakan lalu diberi label A dan B. Kemudian dimasukkan kedalam tabung masing – masing 1 ml putih telur yang sudah diencerkan kemudian dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya kedua tabung tersebut didiamkan, setelah itu dimasukkan 1 ml ekstrak usus kedalam tabung A dan 1 ml akuades untuk tabung B dan didiamkan selama 5 – 10 menit. Kemudian diteteskan masing – masing 5 tetes reagen Biuret kedalam tabung A dan B. Selanjutnya diamati perubahan warna yang terjadi pada masing – masing tabung.
  1. Analisis enzim pencernaan pada saliva
Saliva diambil kemudian dilakukan tes pembuktian adanya amilase dengan menambahkan 1 ml Benedict kemudian dipanaskan diatas api dan di gojok secara perlahan kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi.





IV.             Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data yang didaptkan berikut penjelasan masing – masing data. Praktikum yang pertama dilakukan adalah membuat ekstrak usus. Pada praktikum ini digunakan toluen sebagai pengawet yang menjaga enzim dari kerusakan atau pembusukan selama penyimpanan. Sedangkan pembungkusan botol berisi ekstrak usus dengan kertas karbon adalah untuk menjaga suhu botol tetap stabil, ini dilakukan karena enzim dapat terpengaruh denagn penurunan dan kenaikan suhu. Kemudian setelah satu minggu, diadakan tes pembuktian adanya amilase dan proteinase (Chang, 2013).
Pada tes pembuktian amilase digunakan reagen benedict dengan warna asli biru. Penambahan kanji sebagai sumber karbohidrat (yang akan diuraikan amilase menjadi glukosa). Tabung B digunakan sebagai kontrol sehingga hanya ditambahkan akuades pada tabung D. Fungsi pemanasan pada uji benedict ini untuk mempercepat reaksi redoks reagen – reagen yang terkandung pada uji benedict (CuSO4, Na – sitrat dan Na2CO3) (Lehninger, 2013). Berdasarkan hasil praktikum, pada tabung A (kanji + ekstrak usus) muncul warna hijau dengan endapan merah bata setelah uji benedict. Menurut Fujaya (2004) hal tersebut menunjukkan adanya karbohidrat bergugus karbonil dari pati yang diuraikan oleh enzim amilase yang berasal dari usus. Ion CU2+ pada larutan benedict akan mereduksi menjadi CU+ yang mengendap sebagai CU2O sehingga membentuk endapan berwarna merah bata. Sedangkan pada uji tabung B (kanji + akuades) setelah uji benedict tidak mengalami perubahan warna. Hal tersebut menunjkkan tidak adanya enzim amilase yang dapat mengurai karbohidrat.
Praktikum selanjutnya adalah tes pembuktian adanya proteinase. Pada uji ini digunakan reagen biuret dengan warna asli biru dengan uji positif berwarna ungu. Pada uji proteinase ini dilakukan pemanasan agar terjadi denaturasi protein sehingga ikatan peptide terputus dan menjadi molekul yang lebih kecil. Selain pemanasan juga dilakukan pendinginan yang bertujuan agar suhu kembali seperti semula. Tabung B digunakan sebagai kontrol sehingga hanya ditambahkan akuades sedangkan pada tabung A ditambahkan usus untuk menguji adanya proteinase.
Berdasarkan hasil praktikum, pada tabung A yang berisi putih telur dan ekstrak usus setelah ditambahkan reagen biuret tidak berbah warnanya. Sedangkan berdasarkan literatur yaitu menurut Fujaya (2004) seharusnya uji proteinase pada usus dengan penambahan telur berubah warna ungu gelap. Cincin violet akan muncul karena ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan – ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Hal ini terjadi karena didalam usus ikan seharusnya terdapat enzim proteinase yang merupakan kelanjutan dari pencernaan protein dalam lambung, peptid akan mengalami hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, kimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptida, tripeptida, dan dipeptida. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi bentuk tripeptid dan dipeptid hingga akhirnya asam amino (Fujaya, 2004). Tetapi pada praktikum ini larutan berisi ekstrak usus dengan tambahan usus tidak terjadi perubahan warna, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan praktikan dalam melakukan langkah – langkah praktikum. Selain kesalahan praktikum, faktor lainnya adalah tidak aktifnya enzim karena tidak adanya substrat. Tidak adanya substrat mungkin terjadi karena ikan yang telah dibedah tidak diberi makan sehingga terjadi pengosongan asupan.
Praktikum selanjutnya adalah tes pengaruh empedu terhadap lemak. Pengenceran empedu dimaksudkan untuk menurunkan kepekatan. Akuades dimasukkan kedalam tabung B digunakan sebagai kontrol. Penambahan minyak goreng berfungsi sebagai sumber lemak. Pengocokkan dilakukan untuk mempercepat reaksi didalam masing – masing tabung.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tabung A (empedu dan minyak goreng) tidak terbentuk gumpalan. Sedangkan pada tabung B, terdapat gumpalan. Hal ini menunjukkan terjadi pengemulsian lemak oleh cairan empedu. Perbedaan warna yang terjadi disebabkan oleh warna dari empedu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa didalam empedu terdapat enzim lipase (enzim pemecah lemak). Proses pengemulsian lemak oleh cairan empedu pada pencernaan berfungsi agar lemak dapat dicerna lebih lanjut menjadi asam lemak atau gliserol.
Cairan empedu dibuat oleh hati dan disimpan dalam kantung empedu yang kemudian dikeluarkan kedalam usus dua belas jari untuk membantu proses pencernaan makanan. Cairan empedu ini mengandung bilirubin yaitu zat warna yang terjadi dari penguraian hemoglobin, asam – asam empedu dalam bentuk garam empedu dan kolestrol. Asam – asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu antara lain adalah asam kolat, deoksikolat, dan asam litokolat. Dalam empedu, asam deoksikolat bergabung dengan glisin membentuk asam glikodeoksikolat, sedangkan asam litokolat bergabung dengan taurin membentuk asam taurolitokolat. Kedua asam ini terdapat dalam bentuk garam dan merupakan komponen utama dalam empedu. Garam – garam empedu ini berfungsi emulsigator, yaitu suatu zat yang menyebabkan kestabilan suatu emulsi. Dengan demikian garam – garam empedu membantu proses pencernaan lipid atau lemak dalam usus (Pudjiadi, 2006). Proses emulsifikasi ini merupakan proses pelapisan lemak untuk memperkecil ukuran lemak sehingga memiliki luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas permukaan yang besar enzim lipase akan lebih mudah menghidrolisis lemak dan lemak dapat dengan mudah diedarkan keseluruh tubuh (Fujaya, 2004).
Praktikum selanjutnya adalah analisis enzim pencernaan di lambung menggunakan tes pembuktian adanya proteinase. Penambahan putih telur berguna sebagai sumber protein. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi sedangkan pendinginan dilakukan agar suhu kembali seperti semula. Tabung B merupakan kontrol sehingga hanya mendapat penambahan akuades. Uji ini menggunakan biuret dengan warna asli biru dan uji positif memberikan warna ungu. Tetapi pada praktikum ini tidak terjadi perubahan warna. Sedangkan munurut Fujaya (2004) didalam lambung terdapat enzim protein. Ketidaksesuain hasil yang di dapatkan praktikan dengan literatur terjadi karena larutan terlalu encer, maupun lambung yang ditumbuk kurang lembut.
Praktikum yang terakhir adalah tentang analisis enzim pencernaan pada saliva. Tes yang digunakan adalah tes pembuktian adanya amilase. Uji ini menggunakan reagen benedict yang mempunyai warna asli biru dan uji positif mengahsilkan endapan merah bata. Penambahan kanji digunakan sebagai sumber karbohidrat.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pada tabung A (kanji+saliva) terbentuk warna hijau dan endapan merah bata. Hal ini terjadi karena adanya Cu2O yang mengendap akibat pemanasan pada uji biuret sekaligus menunjukkan adanya karbohidrat bergugus karbonil bebas yang diurai sempurna oleh enzim amilase (Maria, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa pada saliva terdapat enzim amilase.
V.                Kesimpulan
  1. Enzim pencernaan yang terdapat pada saliva adalah amilase yang berperan dalam pencernaan karbohidrat. Sedangkan pada usus terdapat amilase dan proteinase yang berperan dalam pencernaan karbohidrat dan protein, tetapi pada praktikum ini tidak dapatkan karena kesalahan praktikan dalam menumbuk terlalu halus. Pada lambung tidak didapatkan enzim proteinase. Hal ini terjadi karena terlalu halus dalam menumbuk dan terlalu encer, sehingga tidak dapat teridentifikasi enzim proteinase pada lambung.
  2. Cairan empedu berfungsi dalam emulsifikasi lemak menjadi droplet lemak yang nantinya akan dicerna lanjut didalam usus menjadi asam lemak dan gliserol sehingga memudahkan dalam penyerapan oleh tubuh.

Daftar Pustaka
Affandi, Sjafei DS, Raharjo MF dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan (Pencernaan). Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Chang, Raymond. 2013. Kimia Dasar: Konsep – konsep Inti Jilid I. Alih Bahasa: Muhammad Abdul Kadir M. Et.al. Jakarta: Erlangga.
Fitriliyani, Indira. 2011. Aktifitas Enzim Saluran Pencernaan Ikan Nila (Oreohromis niloticua) dengan Pakan Mengandung Tepung Daun Lamtoro (Leucaena leucophala) Terhidrolisis dan Tanpa Hidrolisis dengan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba. Bioscientiae. Vol. 8, No. 2 , hal. 16-31. http://www.unlam.ac.id/bioscientiae/16.
Fujaya, Yusinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta :Rineka Cipta.
Guyton, D. C. 1997. Fisiologi Hewan Edisi 9. Alih Bahasa: Tengadi, dkk. Jakarta: EGC.
Irianto, Koes. 2012. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta
Kay, Ian. 1998. Introduction to Animal Physiology. Oxford: Bios Scientific Publ., Ltd
Lehninger. 2013. Dasar – dasar Biokimia Jilid I. Alih Bahasa: M. Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.
Maria, Bintang. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Martini, Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Batholomew. 2012. Fundamentals of Anatomy & Fisiology. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings, Inc.
Poedjiadi, A., & Titin, S. 2006. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Seelay, Rod R., Trent D. Stephens, Philip Tate. 2008. Anatomy and Physiology 8 Edition. New York: Mc Graw Hill, Inc.

Lampiran
 
Gambar 1. Uji lemak pada empedu            Gambar 2. Uji proteinase lambung


Comments

Popular posts from this blog

Favites sp: Deskripsi, Habitat dan Peranan

Ophiotrix sp: Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan

Euspongia sp:Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan