ASY'ARIYAH DAN PEMIKIRANNYA



Bedasarkan sejarah Ahlus Sunnah Wa al - Jama’ah merupakan aliran yang timbul sebagai reaksi terhadap paham – paham golongan Mu’tazilah yang lebih menekanakan rasionalitas dalam menentukan hukum – hukum syari’at. Keluar dari sejarah tersebut berikut pengertian mengenai Ahlus Sunnah Wa al – Jama’ah.
Istilah Ahlus Sunnah Wa al – Jama’ah berasal dari kata – kata :
  1. Ahl ( ahlun ), berarti “golongan” atau “ pengikut”.
  2. Al – Sunnah berarti “ tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah Saw.”.
  3. Wa, huruf ‘athaf yang berarti “dan” atau “serta”.
  4. Al – Jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw. Maksudnya adalah perilaku atau jalan hidup para sahabat.
Secara etimologis istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Golongan ini identik sebagai golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan para sahabatnya, terutama sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As – Siddiq, Umar bin Khattab. Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Keempat sahabat tersebut menjadi teladan bagi umat Islam karena mereka adalah generasi pertama dan utama dalam melazimi perilaku Rasulullah Saw., sehingga jalan hidup mereka praktis merupakan penjabaran nyata dari petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah. Setiap langkah hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma – norma yang terkandung dan terkehendaki oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari baginda Rasulullah Saw. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatif terjamin kelurusannya dalam mengamalkan ajaran Islam, sehingga jalan hidup mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup Rasulullah Saw. sendiri. Dalam hadis diterangkan:
“Sebaik-baik periode adalah periode hidupku yang mana aku (Nabi) diutus kepada mereka, kemudian disusul periode sesudah mereka (sahabat) dan kemudian periode berikutnya lagi (tabi’in)”. ( HR. Muttafaq ‘alaih )
Ada dua pendapat mengenai hadis tersebut. Pertama; periode seratus pertama dari masa hidup Nabi Saw. ( abad 1 H ). Kemudian seratus tahun kedua ( abad II H ) dan disusul seratus berikutnya lagi ( abad III H ). Hal ini didasarkan pengertian qarnun, yaitu abad atau hitungan 100 tahun. Kedua; ada yang berpendapat bahwa qarnun tidak diartikan dengan perhitungan 100 tahun, tetapi yang dimaksud ialah situasi yang mana ajaran – ajaran Islam secara kaffah, integral, dan komprehensif diamalkan oleh pemeluk – pemeluknya dan belum timbul adanya firqoh – firqoh. Hal ini hanya terjadi pada masa hidup Nabi Saw., masa khalifah Abu Bakar As – Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab. Setelah masa tersebut mulai timbul adanya konflik – konflik politik dan diikuti oleh perbedaan paham keagamaan, yaitu masa akhir khalifah Utsman bin ‘Affan dan seterusnya.
Adapun wujud konkretnya, Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah. Artinya dalam segala hal selalu menunjuk kepada petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah. Selanjutnya diterangkan:
Menurut Muhammad Khalifah al – Tamimy:
Paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, adalah paham Islam yang secara menyeluruh. Para ulama tidak ada yang berbeda pendapat tentang Islam dalam lingkup makro yang meliputi lingkup – lingkup aqidah, ibadah (fiqh), dan akhlaq (tasawuf). Maka dengan mengacu batasan Ahlus Sunnah Wal Jamaah secara formal di atas, ruang lingkup paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah meliputi tiga lingkup aqidah, ibadah, dan akhlaq.
Untuk membedakan lingkup – lingkup Ahlus Sunnah Wal Jamaah tersebut dengan lingkup – lingkup paham lain, perlu ditegaskan dengan menyebut masing – masingnya menjadi Akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Ibadah (fiqh) Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan Akhlaq Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Substansi paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah mengikuti Sunnah Rasul dan tariqah sahabat (utamanya Sahabat Empat) dengan berpegang teguh kepada petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah (al-Hadis), maka lembaga (mazhab) di lingkup fiqh tetap mengikuti Sunnah Rasul dan tariqah sahabat dengan berpegang teguh kepada petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah.
Adapun institusi akidah (kalam) yang sejalan dengan paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah institusi akidah yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al – Maturidi. Meskipun tidak sama persis pemikiran kalam mereka berdua, tetapi pemikirannya tetap committed terhadap petunjuk naqli. Keduanya sama – sama mempergunakan akal sebatas untuk memahami naqli, tidak sampai mensejajarkanya apalagi memujanya. Bahkan secara terang – terangan melalui karya – karyanya , keduanya sama – sama menolak dan menentang logika Mu’tazilah yang terlalu memuja akal dan nyaris mengabaikan petunjuk naqli.
Dengan demikian, maka dalam konteks historis paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah sebuah paham yang dalam lingkup “akidah” mengikuti pemikiran kalam al – Asy’ari atau al – Maturidi. Dan institusinya kemudian disebut al – Asy’ariyah atau al – Maturidiyah. Sebagai institusi besar, keduanya tidak luput dari tokoh – tokoh pengikut yang selain menyebarkan, juga mengembangkan pemikiran kalam yang dicetuskan oleh pendirinya.
Pada awalnya Imam Asy’ari adalah pengiku setia dan murid kesayangan Imam Ali Al-Jubba’i, pendekar Mu’tazilah. Dia berdebat atau mujadalah yang cukup sengit dengan gurunya. Akhirnya dia tinggalkan paham – paham Mu’tazilah, dan menyatakan bergabung dengan memperkuat golongan salaf. Pemikiran – pemikiran Imam Al – Asy’ari setelah membelot dari paham Mu’tazilah dan membela paham – paham salaf, oleh pengikutnya kemudian dinamakan paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Beberapa tokoh yang menyebar dan mengembangkan pemikiran kalam al – Asy’ari dan al – Maturidi itu, tercatat nama – nama besar seperti: al – Baqillani, al – Juwaini (imam al – Haramain), al – Isfirayini, Abu Bakar al – Qaffal, al – Qusyairi, Fahr al-Din al-Razi’, Izz al-Dinm’Abd al-Salam, termasuk al-Ghazali dan al-Bazdawi. Dan pemikiran kalam yang banyak masuk serta mewarnai umat Islam di Indonesia ialah pemikiran kalam al-‘Asy’ari yang telah dikembangkan oleh al-Ghazali melalui karya – karyanya, antara lain: Ihya’ Ulumuddin, al-Iqtisad Fi al-I’tiqad, al-Munqidz Min al-Dlalal, dan lain – lain.
Di Indonesia sendiri paham teologi al – Maturidi kurang dikenal, hal ini dikarenakan karena perbedan mazhab yang dianutnya, yaitu dia bermazhab Hanafi, sedangkan di Indonesia umumnya bermazhab Syafi’i.
  

Comments

Popular posts from this blog

Favites sp: Deskripsi, Habitat dan Peranan

Ophiotrix sp: Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan

Euspongia sp:Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan