ASY'ARIYAH DAN PEMIKIRANNYA
Bedasarkan sejarah
Ahlus Sunnah Wa al - Jama’ah merupakan aliran yang timbul sebagai reaksi
terhadap paham – paham golongan Mu’tazilah yang lebih menekanakan rasionalitas
dalam menentukan hukum – hukum syari’at. Keluar dari sejarah tersebut berikut
pengertian mengenai Ahlus Sunnah Wa al – Jama’ah.
Istilah Ahlus Sunnah Wa
al – Jama’ah berasal dari kata – kata :
- Ahl ( ahlun ), berarti “golongan” atau “ pengikut”.
- Al – Sunnah berarti “ tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah Saw.”.
- Wa, huruf ‘athaf yang berarti “dan” atau “serta”.
- Al – Jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw. Maksudnya adalah perilaku atau jalan hidup para sahabat.
Secara etimologis istilah
“Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan
hidup Rasulullah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Golongan ini identik
sebagai golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan para sahabatnya,
terutama sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As – Siddiq, Umar bin Khattab.
Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Keempat sahabat
tersebut menjadi teladan bagi umat Islam karena mereka adalah generasi pertama
dan utama dalam melazimi perilaku Rasulullah Saw., sehingga jalan hidup mereka
praktis merupakan penjabaran nyata dari petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah.
Setiap langkah hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma – norma yang
terkandung dan terkehendaki oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan
kontrol langsung dari baginda Rasulullah Saw. Oleh karena itu, jalan hidup
mereka relatif terjamin kelurusannya dalam mengamalkan ajaran Islam, sehingga
jalan hidup mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah
jalan hidup Rasulullah Saw. sendiri. Dalam hadis diterangkan:
“Sebaik-baik periode
adalah periode hidupku yang mana aku (Nabi) diutus kepada mereka, kemudian
disusul periode sesudah mereka (sahabat) dan kemudian periode berikutnya lagi
(tabi’in)”. ( HR. Muttafaq ‘alaih )
Ada dua pendapat
mengenai hadis tersebut. Pertama; periode seratus pertama dari masa
hidup Nabi Saw. ( abad 1 H ). Kemudian seratus tahun kedua ( abad II H ) dan
disusul seratus berikutnya lagi ( abad III H ). Hal ini didasarkan pengertian qarnun,
yaitu abad atau hitungan 100 tahun. Kedua; ada yang berpendapat bahwa
qarnun tidak diartikan dengan perhitungan 100 tahun, tetapi yang dimaksud ialah
situasi yang mana ajaran – ajaran Islam secara kaffah, integral, dan komprehensif
diamalkan oleh pemeluk – pemeluknya dan belum timbul adanya firqoh – firqoh.
Hal ini hanya terjadi pada masa hidup Nabi Saw., masa khalifah Abu Bakar As –
Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab. Setelah masa tersebut mulai timbul adanya
konflik – konflik politik dan diikuti oleh perbedaan paham keagamaan, yaitu
masa akhir khalifah Utsman bin ‘Affan dan seterusnya.
Adapun wujud konkretnya,
Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang
teguh terhadap petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah. Artinya dalam segala hal
selalu menunjuk kepada petunjuk al – Qur’an dan al – Sunnah. Selanjutnya
diterangkan:
Menurut Muhammad
Khalifah al – Tamimy:
Paham Ahlus Sunnah Wal
Jamaah, adalah paham Islam yang secara menyeluruh. Para ulama tidak ada yang
berbeda pendapat tentang Islam dalam lingkup makro yang meliputi lingkup
– lingkup aqidah, ibadah (fiqh), dan akhlaq (tasawuf). Maka dengan mengacu
batasan Ahlus Sunnah Wal Jamaah secara formal di atas, ruang lingkup paham
Ahlus Sunnah Wal Jamaah meliputi tiga lingkup aqidah, ibadah, dan akhlaq.
Untuk membedakan
lingkup – lingkup Ahlus Sunnah Wal Jamaah tersebut dengan lingkup – lingkup
paham lain, perlu ditegaskan dengan menyebut masing – masingnya menjadi Akidah
Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Ibadah (fiqh) Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan Akhlaq
Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Substansi paham Ahlus
Sunnah Wal Jamaah adalah mengikuti Sunnah Rasul dan tariqah sahabat (utamanya
Sahabat Empat) dengan berpegang teguh kepada petunjuk al – Qur’an dan al –
Sunnah (al-Hadis), maka lembaga (mazhab) di lingkup fiqh tetap mengikuti Sunnah
Rasul dan tariqah sahabat dengan berpegang teguh kepada petunjuk al – Qur’an
dan al – Sunnah.
Adapun institusi akidah
(kalam) yang sejalan dengan paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah institusi
akidah yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al –
Maturidi. Meskipun tidak sama persis pemikiran kalam mereka berdua, tetapi
pemikirannya tetap committed terhadap petunjuk naqli. Keduanya sama – sama
mempergunakan akal sebatas untuk memahami naqli, tidak sampai mensejajarkanya
apalagi memujanya. Bahkan secara terang – terangan melalui karya – karyanya ,
keduanya sama – sama menolak dan menentang logika Mu’tazilah yang terlalu
memuja akal dan nyaris mengabaikan petunjuk naqli.
Dengan demikian, maka
dalam konteks historis paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah sebuah paham yang dalam
lingkup “akidah” mengikuti pemikiran kalam al – Asy’ari atau al – Maturidi. Dan
institusinya kemudian disebut al – Asy’ariyah atau al – Maturidiyah. Sebagai
institusi besar, keduanya tidak luput dari tokoh – tokoh pengikut yang selain
menyebarkan, juga mengembangkan pemikiran kalam yang dicetuskan oleh
pendirinya.
Pada awalnya Imam
Asy’ari adalah pengiku setia dan murid kesayangan Imam Ali Al-Jubba’i, pendekar
Mu’tazilah. Dia berdebat atau mujadalah yang cukup sengit dengan
gurunya. Akhirnya dia tinggalkan paham – paham Mu’tazilah, dan menyatakan
bergabung dengan memperkuat golongan salaf. Pemikiran – pemikiran Imam Al –
Asy’ari setelah membelot dari paham Mu’tazilah dan membela paham – paham salaf,
oleh pengikutnya kemudian dinamakan paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Beberapa tokoh yang
menyebar dan mengembangkan pemikiran kalam al – Asy’ari dan al – Maturidi itu,
tercatat nama – nama besar seperti: al – Baqillani, al – Juwaini (imam al –
Haramain), al – Isfirayini, Abu Bakar al – Qaffal, al – Qusyairi, Fahr al-Din
al-Razi’, Izz al-Dinm’Abd al-Salam, termasuk al-Ghazali dan al-Bazdawi. Dan
pemikiran kalam yang banyak masuk serta mewarnai umat Islam di Indonesia ialah
pemikiran kalam al-‘Asy’ari yang telah dikembangkan oleh al-Ghazali melalui
karya – karyanya, antara lain: Ihya’ Ulumuddin, al-Iqtisad Fi al-I’tiqad,
al-Munqidz Min al-Dlalal, dan lain – lain.
Di Indonesia sendiri paham
teologi al – Maturidi kurang dikenal, hal ini dikarenakan karena perbedan
mazhab yang dianutnya, yaitu dia bermazhab Hanafi, sedangkan di Indonesia
umumnya bermazhab Syafi’i.
Comments
Post a Comment