PENGERTIAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pengertian
Pendidikan Nasional
Jika dilihat dari harfiahnya,
pendidikan berasal dari kata didik. Namun demikian, secara istilah pendidikan
kerap diartikan sebagai “upaya”.[1]
Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminta, pendidikan secara letterlijk
berasal dari kata dasar didik dan dari awalan men- yaitu kata kerja yang
artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran).
Selain itu, dikatakan pula bahwa
“Paedadogie” berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata “PAIS”, artinya
anak, dan “AGAIN” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan
yang diberikan kepada anak.
Secara definitif pendidikan (Padagogie) diartikan oleh para
tokoh pendidikan, sebagai berikut:
a)John
Dewey
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan – kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
b)Langeveld
Mendidik
adalah, mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa.
Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja
antara orang dewasa dengan anak atau yang belum dewasa.
c)Hoogeveld
Mendidik
adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas
tanggung jawabnya sendiri.
d)Rousseau
Pendidikan
adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak – anak, akan
tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
e)Ki
Hajar Dewantara
Mendidik
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang, ada pada anak – anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi – tingginya.
Sedangkan pendidikan nasional sebagaimana
tercantum dalam UU Sisdiknas No.2 Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 adalah pendidikan
yang berakar pada kebudayaan bagsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945. Adapun dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 dirumuskan
bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahn zaman.
Secara prinsip kedua undang – undang
tersebut adalah sama. Bedanya, pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 terdapat
pengembangan dua aspek; (1) adanya nilai - nilai agama, dan (2) keharusan
mengikuti perkembangan zaman (konstektual). Adanya tambahan konsep pada UUSPN
No. 20 Tahun 2003 di dasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa beragama dan dan karena itu keberagamaan akan menjadi hal mendasar dalam
setiap aspek kehidupan bangsa, dimana salah satunya adalah melalui dunia
pendidikan .[2] Di
samping itu, pendidikan nasional juga harus tanggap terhadap dinamika
perkembangan zaman, agar dunia pendidikan nasional tetap dapat bertahan dan
lebih jauh survive menghadapi tantangan dunia yang semakin global dan
kompetitif.
Comments
Post a Comment