SEJARAH DAN PEMIKIRAN ABU MUSA AL ASY'ARI DALAM ASY'ARIYAH
<html>
<head>
<script async custom-element="amp-auto-ads"
src="https://cdn.ampproject.org/v0/amp-auto-ads-0.1.js">
</script>
Kali ini kita akan membahas bagaimana pemikiran Asy'ariyah dan seluk beluk tentang Ay'ariyaj
<html>
<body>
<amp-auto-ads type="adsense"
data-ad-client="ca-pub-5444632279445307">
</amp-auto-ads>
<head>
<script async custom-element="amp-auto-ads"
src="https://cdn.ampproject.org/v0/amp-auto-ads-0.1.js">
</script>
Kali ini kita akan membahas bagaimana pemikiran Asy'ariyah dan seluk beluk tentang Ay'ariyaj
<html>
<body>
<amp-auto-ads type="adsense"
data-ad-client="ca-pub-5444632279445307">
</amp-auto-ads>
- Asy’ariyah
Asy’ariyah adalah salah satu
aliran dalam teologi Islam periode klasik yang namanya dinisbatkan kepada nama
pendirinya yaitu Hasan Ali bin Isma’il al – Asy’ari, masih keturunan dari
sahabat besar Abu Musa al – Asy’ari seorang tahkim dalam peristiwa perang
Shiffin dari pihak Ali bin Abi Thalib. Dia lahir di kota Basrah tahun 260 H
(873 M) dan meninggal tahun 330 H (943 M).
Dalam
belajar agama, al – Asy’ari mula – mula berguru kepada Abu Ali al – Jubba’i
seorang pemuka Mu’tazilah. Karenanya, al – Asya’ari pada mulanya adalah
pengikut Mu’tazilah dan sangat memahami aliran tersebut. Akan tetapi, pada usia
40 tahun ia menyatakan diri keluar dari Mu’tazilah, karena ia mengalami
berbagai keraguan dan tidak puas terhadap doktrin – doktrin Mu’tazilah. Al –
Subki dan Ibn ‘Asakir bahwa pada suatu malam al – Asy’ari bermimpi, dimana
dalam mimpi tersebut Nabi Muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa mazhab ahli
Hadislah yang benar, dan mazhab Mu’tazilah salah. Selain itu, sebab lain yang
menjadikan Asy’ari berpindah aliran adalah ketika ia dengan gurunya al –
Jubba’i terlibat dalam perdebatan dan gurunya tersebut tidak dapat menjawab
tantangan muridnya.
Tetapi
bagaimanapun al – Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah seketika golongan ini
berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Adapun sebab terpenting al –
Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah ialah karena adanya perpecahan yang dialami
kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka sendiri, jika tidak segera
diakhiri. Sebagai seorang muslim yang sangat mendambakan atas kepersatuan
ummat, dia sangat khawatir kalau al – Qur’an dan Hadits menjadi kurban dari
faham – faham Mu’tazilah yang dianggapnya semakin jauh dari kebenaran,
menyesatkan dan meresahkan masyarakat.
Disamping itu ada ahli – ahli
hadits antropomorfis yang terlalu memegangi makna lahir dari hadits – hadits
yang menyeret Islam pada kelemahan dan kejumudan yang tidak dibenarkan.
Dalam suasana demikianlah al – Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan
menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada
Hadis.
Sejak itu, al – Asy’ari gigih
menyebarkan paham barunya sehingga terbentuk mazhab dalam teologi Islam yang
dikenal dengan nama Ahlussunnah wal Jama’ah. Pengikut al – Asya’ari sendiri
sering disebut Asy’ariyah. Ajaran – ajaran al – Asy’ari sendiri dapat diketahui
dari buku – buku yang ditulisnya, terutama
dari Kitab al – Luma’ Fi al – Rad ‘ala ahl al – ziagh wa al – Bida’ dan
al – Ibanah ‘an Usul al – Dianah.
Sedangkan jika dilihat dari corak
pemikirannya, al – Asy’ari memiliki dua corak pemikiran yang tampak berbeda,
tetapi sebenarnya saling melengkapi. Al – Asy’ari berusaha mendekati ulama –
ulama fiqih dari golongan Sunni, karena ia berkeyakinan bahwa semua orang yang
berijtihad adalah benar dan adanya kesatuan mazhab – mazhab fiqih soal – soal
furu’. Sebagai orang yang pernah mengikuti faham Mu’tazilah, al – Asy’ari tidak
menjauhkan diri dari pemakaian akal fikiran dan penggunaan argumentasi –
argumentasinya. Dia juga menentang pendapat mereka yang mengatakan bahwa akal
fikiran dalam membahas masalah – masalah agama, tidak pernah disinggung oleh
Rasulullah. Padahal sahabat sepeninggal Rasulullah banyak membahas masalah –
masalah baru dan nyatanya sahabat – sahabat itu tidak dinyatakan sebagai ahli
bid’ah.
Akan tetapi al – Asy’ari
menentang keras orang yang berlebihan dalam penggunaan akal fikiran yaitu
golongan Mu’tazilah, sehingga mereka tidak mengakui hadits – hadits Nabi
sebagai dasar agama. Dengan demikian jelaslah kedudukan al – Asy’ari sebagai
seorang muslim yang benar – benar ikhlas membela kepercayaan, berpegang teguh
kepada al – Quran dan Hadits sebagai dasar agama, di samping menggunakan akal
fikiran yang tugasnya tidak lebih daripada memperkuat dan memperjelas pemahaman
nash – nash agama.
Adapun pokok – pokok ajaran Asy’ariyah
yang terpenting antara lain adalah:
1. Sifat Tuhan
Menurut ajaran
Asy’ariyah, Tuhan mempunyai sifat – sifat sebagaimana disebutkan dalam al –
Qur’an, seperti Allah mengetahui dengan sifat ‘ilmu – Nya, berkuasa
dengan qudrat – Nya, berfirman dengan kalam – Nya dan sebagainya.
Sifat – sifat tersebut adalah azali. Sifat – sifat – sifat itu bukan zat Tuhan,
bukan pula lain dari zat – Nya.
2. Perbuatan manusia
Perbuatan
manusia menurut Asy’ariyah adalah diciptakan Tuhan, bukan diciptakan oleh
manusia itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu perbuatan, manusia membutuhkan dua
daya, yaitu daya Tuhan dan daya manusia. Hubungan perbuatan
manusia dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan yang mutlak dijelaskan melalui
teori kasb, yakni berkaitannya kekuasaan Tuhan dengan perbuatan manusia.
Kasb sendiri megandung arti keaktifan. Karena itu, manusia bertanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
3. Pelaku Dosa Besar
Menurut
Asy’ariyah, seorang muslim yang melakukan perbuatan dosa besar dan meninggal
dunia sebelum taubat tetap dihukumi mukmin, tidak kafir, tidak pula berada
diantara mukmin dan kafir, dan diakhirat ada beberapa kemungkinan:
a) Ia mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat – Nya sehingga
pelaku dosa besar tersebut dimasukkan ke dalam surga.
b) Ia mendapat syafaat dari nabi Muhammad SAW.
c) Allah memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan kedalam
siksa neraka sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya, kemudian Allah
memasukkannya ke surga.
4. Keadilan Tuhan
Asy’ari
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun. Tuhan tidak wajib
memasukkan orang, baik ke surga ataupun ke neraka. Semua itu merupakan kehendak
mutlak Tuhan, sebab Tuhanlah yang berkuasa dan segala – galanya adalah miliki
Allah. Jika Tuhan memasukkan seluruh manusia ke dalam surga, bukan berarti Tuhan
tidak adil. Sebaliknya, jika Tuhan memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka,
bukan berarti Tuhan zalim. Tuhan adalah penguasa mutlak dan tidak ada yang
lebih berkuasa. Allah dapat melakukan apa saja yang dikehendaki – Nya.
Beberapa tokoh yang
menyebar dan mengembangkan pemikiran kalam al – Asy’ari itu, tercatat nama –
nama besar seperti: al – Baqillani, al – Juwaini (imam al – Haramain), al –
Isfirayini, Abu Bakar al – Qaffal, al – Qusyairi, Fahr al-Din al-Razi’, Izz
al-Dinm’Abd al-Salam, termasuk al-Ghazali dan al-Bazdawi. Ada beberapa sebab
yang menjadikan Asy’ariyah dipeluk oleh mayoritas umat Islam:
1. Asy’ariyah
muncul di Baghdad, tempat yang ketika itu menjadi pusat pemikiran dan peradaban
dunia islam. Hal tersebut ditambah penyebaranyya di Mesir semenjak khilafah
Ayyubiyah
2. Asy’ariyah
menggunakan slogan kembali kepada Al-Qur’an, sunnah, dan salaf. Slogan tersebut
menyebabkan umat islam tertarik kepadanya dan merasakan ketenangan dengannya
3. Memiliki
para ulama yang sangat cerdas. Hal yang tidak bisa dilakukan oleh mazhab
manapun ulama itulah yang menyebarkan paham Asy’ariyah sehingga bisa diterima
oleh mayoritas umat islam.
Sedangkan pemikiran
kalam yang banyak masuk serta mewarnai umat Islam di Indonesia ialah pemikiran
kalam al-‘Asy’ari yang telah dikembangkan oleh al-Ghazali melalui karya –
karyanya, antara lain: Ihya’ Ulumuddin, al-Iqtisad Fi al-I’tiqad, al-Munqidz
Min al-Dlalal, dan lain – lain. Selain itu Ahmad Mahmud Subhi pernah mengatakan
bahwa al – Asy’ari adalah salah satu penganut mazhab Syafi’i yang merupakan
mazhab mayoritas di Indonesia. Sehingga pemikiran al – Asy’ari menjurus satu
arah dengan pemikiran teologi masyarakat Indonesia.
Comments
Post a Comment