PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN: ANALISIS ENZIM PENCERNAAN
ANALISIS
ENZIM PENCERNAAN
I.
Tujuan
a. Mengetahui
macam – macam enzim pencernaan yang terdapat pada saliva dan usus ikan.
b. Mengetahui
fungsi empedu dalam pencernaan makanan.
II.
Dasar
Teori
Pencernaan
merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih kecil.
Proses pemecahan senyawa tersebut menghasilkan energi yang penting bagi
kebutahan sel, jaringan, organ dan makhluk hidup. Pencernaan merupakan proses
kimia. Proses kimia membutuhkan adanya enzim untuk perubahan kimia pada bahan
dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan reaksi tanpa mempengaruhi
hasil reaksi dan tidak ikut bereaksi. Dalam proses pencernaan, enzim dihasilkan
oleh berbagai organ seperti usus halus, kelenjar ludah dan lambung. Enzim
bersifat spesifik dalam proses pemecahan bahan kompleks (karbohidrat, protein,
vitamin dan mineral) (Guyton, 1997).
Lehninger
(2013) menyebutkan bahwa enzim merupakan protein khusus yang memiliki aktivitas
katalistik. Poedjiadi dan Titin (2006) menambahkan enzim berfungsi sebagai
katalis untuk proses biokimia yang tejadi didalam sel atau diluar sel. Suatu
enzim dapat mempercepat reaksi 10 sampai 1011 kali lebih cepat
daripada reaksi tanpa katalis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan
untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut “extra
cellular digestion”, sedangkan enzim yang dipertahankan dalam sel digunakan
untuk pencernaan dalam sel itu sendiri atau disebut “intra cellular
digestion”. Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan
berasal dari sel – sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus
(Halver dan Hardy, 2002 dalam Fitriliyani, 2011).
Enzim
adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari
sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Terdapat tiga enzim yang
berasosiasi dengan sistem pencernaan yang berperan dalam tahap pencernaan
nutrisi terbesar (karbohidrat, protein dan lemak). Tiga kelompok besar enzim
itu adalah karbohidrase – mencerna karbohidrat, protease – mencerna protein,
dan lipase – mencerna lipid (lemak) (Kay, 1998).
Organisasi
sistem pencernaan dapat dibagi atas saluran pencernaan makanan dan organ –
organ pencernaan makanan. Saluran pencernaan makanan yaitu suatu saluran yang
terdiri dari rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus (terdiri dari
duodenum, yeyenum, ileum), usus besar, dan porus usus (rectum atau anus).
Sedangkan organ – organ pencernaan tambahan terdiri dari gigi, lidah kelenjar
ludah, kandung empedu, hati, dan pankreas (Irianto, 2012).
Makanan
dari kelompok karbohidrat mengalami proses pencernaan secara kimiawi
(enzimatis) di dalam mulut dan usus halus. Di mulut, karbohidrat akan dipecah
oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh saliva melalui pemutusan ikatan
glikosidik. Sedangkan di usus, karbohidrat dicerna oleh amilase menjadi
disakarida yang kemudian diuraikan oleh enzim disakaridase (maltase, sukrase,
dan laktase) menjadi monosakarida (glukosa, laktosa dn frktosa) yang kemudian
diserap oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah
(Seelay, et. al, 2008). Makanan dari kelompok protein, mengalami
proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis) di dalam lambung dan usus halus.
Di lambung protein dicerna menjadi pepton. Sedangkan di usus halus, pepton dari
lambung akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan karboksipeptidase
menjadi asam amino yang kemudian diserap oleh usus halus dan diedarkan ke
seluruh tubuh melalui perdaran darah (Martini,2012).
Makanan
dari kelompok lipid (lemak) mengalami proses pencernaan secara kimiawi
(enzimatis) di dalam mulut dan usus halus. Di mulut, lipid dicerna secara
sederhanaoleh enzim lipase. Di usus halus, lipid akan diemulsifikasi oleh
cairan empedu menjadi droplet lemak (misel). Droplet lemak tersebut kemudian
diuraikan oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol, yang kemudian di
serap oleh usus halus dan diedarkan oleh jantung melalui pembuluh limfe yang
selanjutnya disimpan di dalam jaringan adipos (Kay, 1998).
Kemampuan
ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan organ pencernaan
dan ketersediaan enzim pencernaan. Kandungan nutrisi pakan nampaknya
berpengaruh pula pada aktivitas enzim pencernaan (Fitriliyani, 2011). Secara anatomis,
struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk tubuh, kebiasaan makanan,
tingkah laku ikan dan umur ikan. Sistem atau alat pencernaan pada ikan terdiri
dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan (Tractus digestivus) dan kelenjar
pencernaan (Glandula digestoria). Menurut Affandi, et. al (2005)
kelenjar pencernaan pada ikan terdiri dari hati dan pankreas. Kedua organ
tersebut mengekskresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan
makanan. Bahan dari hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk usus melalui
saluran “ductus chole dochus” dan saluran “ductus pankreatikus”.
Dengan adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dengan usus depan, maka letak
dari kedua kelenjar tersebut berada isekitar usus depan dan lambung. Hati
merupakan organ penting yang mengekskresikan bahan untuk proses pencernaan.
Sekresi
dari pankreas sudah jelas, yang secara berbeda cairan alkino mengandung enzim
alkalinitas oleh ion bikarbonat yang menetralkan asam dari perut. Enzim proliotik
dari cairan pankreas termasuk tripsin, kimotripsin karboksi peptidase. Tripsin
diekskresikan sebagai senyawa aktif tripsinogen dapat diubah menjadi tripsin
enterikinase dengan adanya ion Ca2+. Pada mulut manusia, kelenjar
saliva menghasilkan 1-1,5 liter saliva setiap hari. Kandungan dari saliva
antara lain, 99,4% air, 0,6% elektrolit (Na+, Cl- dan HCO3-),
buffer, gliko-protein, antibodi, enzim dan waste products. Enzim yang
terkandung adalah amilase (ptialin atau alpha – amilase) dan lingual – lipase
(jumlahnya sedikit) (Martini, 2012).
Keberadaan
karbohidrat dapat diuji menggunakan reagen benedict. Reagen ini dapat bereaksi
secara spesifik dengan karbohidrat yang mempunyai gugus karbonil bebas, yaitu
semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dan trehalosa. Reagen benedict
terdiri dari beberapa reagen: CuSO4 (menyediakan Cu2+),
Na-sitrat (mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 atau CuCO3)
dan Na2CO3 (sebagai alkali yang mengubah gugus karbonil
bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif). Enol yang reaktif mereduksi
Cu2+ dari senyawa kompleks dengan sitrat menjadi Cu+.
Kemudian Cu+ bersama OH- menjadi CuOH (berwarna kuning),
yang dengan pemanasan akan berubah menjadi endapan Cu2O yang
berwarna merah. Warna yang terbentuk bervariasi mulai dari hijau, kuning,
orange, merah sampai endapan merah bata, tergantung jumlah Cu2O yang
terbentuk, sehingga reaksi ini dapat digunakan untuk menentukan adanya gula
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Maria, 2010).
Keberadaan
protein dapat diketahui dengan dilakukannya uji biuret. Uji ini dapat
mendeteksi kehadiran ikatan peptida. Uji biuret didasarkan pada reaksi antara
ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu
menunjukkan adanya protein. Identitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran
jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari pereaksi
biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan – ikatan
peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih,
tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Protein melarutkan
hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini
dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan
dengan nitrogen atau atom karbon (Maria, 2010).
III.
Bahan
dan Metode Kerja
- Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, botol warna gelap dan
tutup, mortar dan pastle, gelas piala, pembakar spiritus, penjepit kayu, pipet
kertas, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, corong kaca serta alat bedah.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nila, akuades, toluen, putih telur,
minyak goreng, gliserin 50%, reagen Biuret, reagen Benedict, kertas karbon,
kertas saring dan korek api.
- Cara Kerja
- Membuat ekstrak usus
Ikan
dibedah pada bagian perutnya lalu usus dipisahkan dari organ lainnya secara
hati – hati. Usus halus diambil dengan cara memotongnya dari bagian akhir
lambung hingga awal usus besar. Kantung empedunya diambil dengan hati – hati
jangan sampai pecah. Usus halus dibuka dengan cara disayat secara longitudinal,
kemudian dibersihkan dengan akuades dan dimasukkan kedalam mortar. Diambil 20
ml gliserin 50% dan dimasukkan kedalam mortar, ususnya dihaluskan. Toluen
diambil 4-5 tetes, lalu dihaluskan kembali. Setelah halus usus tersebut
dimasukkan kedalam dua botol. Botol ditutup rapat – rapat dan dibungkus dengan
kertas karbon. Pada bagian luar botol diberi label nama kelompok.
- Tes pengaruh empedu terhadap lemak
Dua
tabung reaksi disiapkan lalu diberi label A dan B. Kemudian isi kantung empedu
dituangkan dalam tabung a dengan menggunting sedikit permukaannya. Empedu
tersebut diencerkan dalam aquades sehingga volumenya menjadi 2 ml. Sebanyak 2
ml akuades dimasukkan ke dalam tabung B, sebagai kontrol. Kedalam dua tabung
tersebut ditambahkan masing – masing sebanyak 2 ml minyak goreng. Keduanya
dikocok kuat – kuat dan dibiarkan selama 5 – 10 menit. Kemudian diamati apa
yang terjadi pada kedua larutan dalam tabung tersebut dan dibandingkan gumpalan
lemak dalam masing – masing tabung.
- Analisa enzim pencernaan lambung
Cairan
lambung diambil dengan cara menyayat lambung. Selanjutnya dilakukan tes
pembuktian adanya proteinase yaitu dengan ditetesi larutan biuret dan dilihat
perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan pemanasan diatas api dengan di
gojok secara perlahan.
- Tes pembuktian adanya amilase
Dua
tabung reaksi disediakan lalu diberi label A dan B. Reagen Benedict dituangkan
ke dalam tabung tersebut masing – masing 2 ml. Dua tabung lain disiapkan dan
diberi label C dan D. Larutan kanji matang yang encer dimasukkan masing –
masing 2 ml ke dalam tabung C dan D.
Tabung
C ditambahkan 1 ml ekstrak usus, sedangkan tabung D ditambahkan 1 ml akuades.
Kemudian kedua tabung tersebut digoyang selama 5 – 10 menit. Sebanyak 5 tetes
larutan dalam tabung C diteteskan ke tabung A, dan larutan dalam tabung D
diteteskan ke tabung B. kemudian tabung A dan B dipanaskan selama 5 menit dan
diamati perubahan warna yang terjadi.
- Tes pembuktian adanya proteinase
Dua
tabung reaksi disediakan lalu diberi label A dan B. Kemudian dimasukkan kedalam
tabung masing – masing 1 ml putih telur yang sudah diencerkan kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya kedua tabung tersebut didiamkan,
setelah itu dimasukkan 1 ml ekstrak usus kedalam tabung A dan 1 ml akuades
untuk tabung B dan didiamkan selama 5 – 10 menit. Kemudian diteteskan masing –
masing 5 tetes reagen Biuret kedalam tabung A dan B. Selanjutnya diamati
perubahan warna yang terjadi pada masing – masing tabung.
- Analisis enzim pencernaan pada saliva
Saliva
diambil kemudian dilakukan tes pembuktian adanya amilase dengan menambahkan 1
ml Benedict kemudian dipanaskan diatas api dan di gojok secara perlahan
kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi.
IV.
Hasil
dan Pembahasan

Berdasarkan
data yang didaptkan berikut penjelasan masing – masing data. Praktikum yang
pertama dilakukan adalah membuat ekstrak usus. Pada praktikum ini digunakan
toluen sebagai pengawet yang menjaga enzim dari kerusakan atau pembusukan selama
penyimpanan. Sedangkan pembungkusan botol berisi ekstrak usus dengan kertas
karbon adalah untuk menjaga suhu botol tetap stabil, ini dilakukan karena enzim
dapat terpengaruh denagn penurunan dan kenaikan suhu. Kemudian setelah satu
minggu, diadakan tes pembuktian adanya amilase dan proteinase (Chang, 2013).
Pada
tes pembuktian amilase digunakan reagen benedict dengan warna asli biru.
Penambahan kanji sebagai sumber karbohidrat (yang akan diuraikan amilase
menjadi glukosa). Tabung B digunakan sebagai kontrol sehingga hanya ditambahkan
akuades pada tabung D. Fungsi pemanasan pada uji benedict ini untuk mempercepat
reaksi redoks reagen – reagen yang terkandung pada uji benedict (CuSO4, Na
– sitrat dan Na2CO3) (Lehninger, 2013). Berdasarkan hasil
praktikum, pada tabung A (kanji + ekstrak usus) muncul warna hijau dengan
endapan merah bata setelah uji benedict. Menurut Fujaya (2004) hal tersebut
menunjukkan adanya karbohidrat bergugus karbonil dari pati yang diuraikan oleh
enzim amilase yang berasal dari usus. Ion CU2+ pada larutan benedict
akan mereduksi menjadi CU+ yang mengendap sebagai CU2O
sehingga membentuk endapan berwarna merah bata. Sedangkan pada uji tabung B
(kanji + akuades) setelah uji benedict tidak mengalami perubahan warna. Hal
tersebut menunjkkan tidak adanya enzim amilase yang dapat mengurai karbohidrat.
Praktikum
selanjutnya adalah tes pembuktian adanya proteinase. Pada uji ini digunakan
reagen biuret dengan warna asli biru dengan uji positif berwarna ungu. Pada uji
proteinase ini dilakukan pemanasan agar terjadi denaturasi protein sehingga
ikatan peptide terputus dan menjadi molekul yang lebih kecil. Selain pemanasan
juga dilakukan pendinginan yang bertujuan agar suhu kembali seperti semula.
Tabung B digunakan sebagai kontrol sehingga hanya ditambahkan akuades sedangkan
pada tabung A ditambahkan usus untuk menguji adanya proteinase.
Berdasarkan
hasil praktikum, pada tabung A yang berisi putih telur dan ekstrak usus setelah
ditambahkan reagen biuret tidak berbah warnanya. Sedangkan berdasarkan
literatur yaitu menurut Fujaya (2004) seharusnya uji proteinase pada usus
dengan penambahan telur berubah warna ungu gelap. Cincin violet akan muncul
karena ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan
bereaksi dengan polipeptida atau ikatan – ikatan peptide yang menyusun protein,
dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Hal ini
terjadi karena didalam usus ikan seharusnya terdapat enzim proteinase yang
merupakan kelanjutan dari pencernaan protein dalam lambung, peptid akan mengalami
hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin,
kimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptida, tripeptida,
dan dipeptida. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim
peptidase menjadi bentuk tripeptid dan dipeptid hingga akhirnya asam amino
(Fujaya, 2004). Tetapi pada praktikum ini larutan berisi ekstrak usus dengan
tambahan usus tidak terjadi perubahan warna, hal ini mungkin terjadi karena
kesalahan praktikan dalam melakukan langkah – langkah praktikum. Selain
kesalahan praktikum, faktor lainnya adalah tidak aktifnya enzim karena tidak
adanya substrat. Tidak adanya substrat mungkin terjadi karena ikan yang telah
dibedah tidak diberi makan sehingga terjadi pengosongan asupan.
Praktikum
selanjutnya adalah tes pengaruh empedu terhadap lemak. Pengenceran empedu
dimaksudkan untuk menurunkan kepekatan. Akuades dimasukkan kedalam tabung B
digunakan sebagai kontrol. Penambahan minyak goreng berfungsi sebagai sumber
lemak. Pengocokkan dilakukan untuk mempercepat reaksi didalam masing – masing
tabung.
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, tabung A (empedu dan minyak goreng) tidak terbentuk
gumpalan. Sedangkan pada tabung B, terdapat gumpalan. Hal ini menunjukkan
terjadi pengemulsian lemak oleh cairan empedu. Perbedaan warna yang terjadi
disebabkan oleh warna dari empedu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
didalam empedu terdapat enzim lipase (enzim pemecah lemak). Proses pengemulsian
lemak oleh cairan empedu pada pencernaan berfungsi agar lemak dapat dicerna
lebih lanjut menjadi asam lemak atau gliserol.
Cairan
empedu dibuat oleh hati dan disimpan dalam kantung empedu yang kemudian
dikeluarkan kedalam usus dua belas jari untuk membantu proses pencernaan
makanan. Cairan empedu ini mengandung bilirubin yaitu zat warna yang terjadi
dari penguraian hemoglobin, asam – asam empedu dalam bentuk garam empedu dan
kolestrol. Asam – asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu antara lain
adalah asam kolat, deoksikolat, dan asam litokolat. Dalam empedu, asam
deoksikolat bergabung dengan glisin membentuk asam glikodeoksikolat, sedangkan
asam litokolat bergabung dengan taurin membentuk asam taurolitokolat. Kedua
asam ini terdapat dalam bentuk garam dan merupakan komponen utama dalam empedu.
Garam – garam empedu ini berfungsi emulsigator, yaitu suatu zat yang
menyebabkan kestabilan suatu emulsi. Dengan demikian garam – garam empedu
membantu proses pencernaan lipid atau lemak dalam usus (Pudjiadi, 2006). Proses
emulsifikasi ini merupakan proses pelapisan lemak untuk memperkecil ukuran
lemak sehingga memiliki luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas permukaan
yang besar enzim lipase akan lebih mudah menghidrolisis lemak dan lemak dapat
dengan mudah diedarkan keseluruh tubuh (Fujaya, 2004).
Praktikum
selanjutnya adalah analisis enzim pencernaan di lambung menggunakan tes
pembuktian adanya proteinase. Penambahan putih telur berguna sebagai sumber
protein. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi sedangkan pendinginan
dilakukan agar suhu kembali seperti semula. Tabung B merupakan kontrol sehingga
hanya mendapat penambahan akuades. Uji ini menggunakan biuret dengan warna asli
biru dan uji positif memberikan warna ungu. Tetapi pada praktikum ini tidak
terjadi perubahan warna. Sedangkan munurut Fujaya (2004) didalam lambung
terdapat enzim protein. Ketidaksesuain hasil yang di dapatkan praktikan dengan
literatur terjadi karena larutan terlalu encer, maupun lambung yang ditumbuk
kurang lembut.
Praktikum
yang terakhir adalah tentang analisis enzim pencernaan pada saliva. Tes yang
digunakan adalah tes pembuktian adanya amilase. Uji ini menggunakan reagen
benedict yang mempunyai warna asli biru dan uji positif mengahsilkan endapan
merah bata. Penambahan kanji digunakan sebagai sumber karbohidrat.
Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, pada tabung A (kanji+saliva) terbentuk warna
hijau dan endapan merah bata. Hal ini terjadi karena adanya Cu2O
yang mengendap akibat pemanasan pada uji biuret sekaligus menunjukkan adanya
karbohidrat bergugus karbonil bebas yang diurai sempurna oleh enzim amilase
(Maria, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa pada saliva terdapat enzim
amilase.
V.
Kesimpulan
- Enzim pencernaan yang terdapat pada saliva adalah amilase yang berperan dalam pencernaan karbohidrat. Sedangkan pada usus terdapat amilase dan proteinase yang berperan dalam pencernaan karbohidrat dan protein, tetapi pada praktikum ini tidak dapatkan karena kesalahan praktikan dalam menumbuk terlalu halus. Pada lambung tidak didapatkan enzim proteinase. Hal ini terjadi karena terlalu halus dalam menumbuk dan terlalu encer, sehingga tidak dapat teridentifikasi enzim proteinase pada lambung.
- Cairan empedu berfungsi dalam emulsifikasi lemak menjadi droplet lemak yang nantinya akan dicerna lanjut didalam usus menjadi asam lemak dan gliserol sehingga memudahkan dalam penyerapan oleh tubuh.
Daftar Pustaka
Affandi,
Sjafei DS, Raharjo MF dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan (Pencernaan).
Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Chang,
Raymond. 2013. Kimia Dasar: Konsep – konsep Inti Jilid I. Alih Bahasa:
Muhammad Abdul Kadir M. Et.al. Jakarta: Erlangga.
Fitriliyani,
Indira. 2011. Aktifitas Enzim Saluran Pencernaan Ikan Nila (Oreohromis
niloticua) dengan Pakan Mengandung Tepung Daun Lamtoro (Leucaena leucophala)
Terhidrolisis dan Tanpa Hidrolisis dengan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba. Bioscientiae.
Vol. 8, No. 2 , hal. 16-31. http://www.unlam.ac.id/bioscientiae/16.
Fujaya,
Yusinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.
Jakarta :Rineka Cipta.
Guyton,
D. C. 1997. Fisiologi Hewan Edisi 9. Alih Bahasa: Tengadi, dkk. Jakarta:
EGC.
Irianto,
Koes. 2012. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta
Kay,
Ian. 1998. Introduction to Animal Physiology. Oxford: Bios Scientific
Publ., Ltd
Lehninger.
2013. Dasar – dasar Biokimia Jilid I. Alih Bahasa: M. Thenawijaya. Jakarta:
Erlangga.
Maria,
Bintang. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Martini,
Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Batholomew. 2012. Fundamentals of
Anatomy & Fisiology. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings, Inc.
Poedjiadi,
A., & Titin, S. 2006. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Seelay,
Rod R., Trent D. Stephens, Philip Tate. 2008. Anatomy and Physiology 8
Edition. New York: Mc Graw Hill, Inc.
Lampiran


Gambar 1. Uji lemak
pada empedu Gambar 2. Uji
proteinase lambung
Comments
Post a Comment