PILPRES: MARI MENJADI MASYARAKAT YANG BIJAK


Di Saat Kewibawaan Pemimpin Mulai Luntur
         Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Bahkan jika dibandingkan dengan negara – negara yang saat ini menjadi raksasa industri, kekayaan Indonesia jauh lebih melimpah. Tetapi, karena kurangnya kemampuan masyarakatnyalah yang memaksa Indonesia untuk menjual aset – aset tersebut ke negara asing untuk diolah dan diberdayakan. Tentunya, keadaan ini juga memicu munculnya masalah – masalah baru dalam dunia pemerintahan Indonesia yang tak kunjung usai.
        Kita flashback ke pemilu tahun 2014 kemarin, begitu banyak tokoh yang bermunculan dan menyita perhatian masyarakat karena kewibawaan mereka. Ini bisa kita lihat dari munculnya JokoWi, Dahlan Iskan, Abraham Samad, Prabowo Subiyanto dan tokoh – tokoh lainnya yang menjadi perbincangan masyarakat. Dari sekian banyak tokoh tersebut yang maju ke tonggak pemerintahan adalah Prabowo Subiyanto dan Joko Widodo yang notaben-nya kedua tokoh ini memiliki wibawa tersendiri bagi rakyat Indonesia. Selanjutnya, kedua tokoh tersebut terlibat pertarungan sengit dalam percaturan perebutan kursi kepresidenan hingga akhirnya rakyat memutuskan untuk memilih Jokowi sebagai kepala negara mereka.
        Di awal – awal pemerintahannya Jokowi mendapatkan respon yang positif dari rakyat, tapi tidak dari oposisinya. Kita tahu bahwa di awal pemerintahan Jokowi, partai – partai opsisi sangat terlihat jelas menampakkan perlawananya terhadap pemerintahan. Tetapi, semua itu reda begitu saja saat masyarakat mulai bosan dengan polah pejabat tinggi negerinya. Bahkan, masyarakat yang antusias di awal mencuatnya berita pergolakan kedua petinggi negara ini, juga mulai mengacuhkan. Dan tidak sedikit dari mereka yang menyarankan kedua pemimpin ini agar berdamai dan tidak saling menjatuhkan. Karena kebosanan inilah yang membuat media juga enggan meliput lagi masalah – masalah ini, hingga tertutuplah permasalahan ini.
        Setelah satu masalah selesai muncul masalah – masalah baru dalam kehidupan rakyat Indonesia yakni, munculnya mentri – mentri yang nyentrik dengan gaya khasnya dalam menyelesaikan setiap masalah kenegaraan yang terkadang juga menyulutkan kontoversi di masyarakat. Tidak hanya itu, kasus yang baru – baru ini muncul dan mencuri perhatian masyarakat adalah kasus cicak – buaya jilid III yang menyudutkan banyak pihak dan tokoh – tokoh negara serta kasus Ahok dan DPRD yang saat ini menjadi trending topic dalam dunia perpolitikan Indonesia. Dalam kasus ini tampak sekali perseteruan kedua instansi ini. Bahkan mereka saling menjatuhkan satu sama lain dan mencari bukti – bukti kebenaran mereka sendiri untuk menarik simpati masyarakat.
         Dari permasalahan – permasalahan di atas tampak jelas bahwa negara ini mengalami krisis kewibawaan seorang pemimpin. Pemimpin yang seharusnya menjadi panutan dan membawa amanah masyarakat dalam menjalankan tugasnya justru malah menampakkan perilaku – perilaku yang tidak seharusnya dilakukan seorang pemimpin. Selain itu, pemimpin yang diawal – awal pemerintahanya menjanjikan janji – janji manis mulai melupakan janji – janjinya tersebut. Bahkan, saat sosok yang di puja – puja ketika memerintah dalam suatu daerah tak mampu pula mempertahankan janji serta kewibawaannya ketika di puncak pemerintahan. Semuannya bagaikan bualan – bualan yang telah penuh di mulut dan di keluarkan begitu saja tanpa ada realisasi. Inilah potret pemerintahan kita saat ini, tidak ada yang tampak benar – benar putih ataupun hitam. Semuanya tampak abu – abu. Masyarakat saat ini mulai jenuh dengan permainan peran mereka di pemerintahan. Harus memihak siapakah rakyat ini?? Saat tidak ada yang dapat dipercaya untuk menjalankan haknya. Haruskah rakyat berjalan sendiri untuk memperjuangkan haknya masing – masing?? Saya rasa tidak, karena negara ini akan hancur jika kita berjalan sendiri – sendiri. Tapi sikap saling mengawasi dan merasa di awasilah yang harus kita tanamkan dalam diri pribadi masyarakat saat kewibawaan mulai luntur. Dengan mengawasi dan perasaan diawasi semuanya akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Tapi, bukan berarti saling mengawasi ini menyulutkan untuk saling menjatuhkan. Tetapi, saling mengawasi ini dibentuk agar terjadi keseimbangan dalam pemerintahan. Semua ini bisa kita lakukan dengan saling bekerjasama antara masyarakat, media informasi dan pemerintahan. Akan jadi apa negeri ini jika pemimpinya tak patut untuk di contoh. Akan jadi apa negeri ini jika masyarakatnya acuh tak acuh. Dan akan jadi apa negeri ini jika media informasinya mulai goyah dengan kebenaran. Kalau bukan kita  sebagai generasi muda, siapa lagi yang akan memperbaiki negeri ini.   

Comments

Popular posts from this blog

Favites sp: Deskripsi, Habitat dan Peranan

Ophiotrix sp: Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan

Euspongia sp:Deskripsi, Klasifikasi, Habitat dan Peranan