TIPE - TIPE KEPEMIMPINAN
A. TIPE-TIPE
KEPEMIMPINAN
Syarat utama manajemen sekolah berbasis (MBS) adalah kepemimpinan
partisipatif (participative leadership) dari kepala sekolah. Beragamnya
perilaku kepala sekolah dalam memimpin sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor
kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual
kepala sekolah itu sendiri. Adapun tipe-tipe kepemimpinan tersebut seperti di
bawah ini.[1]
1.
Pemimpin Otokratik
Kata otokratik berarti tindakan menurut kemauan sendiri, setiap
produk pemikiran dianggap benar, atau rasa aku keberterimaannya pada khalayak
bersifat dipaksakan. Pemimpin yang memiliki perilaku tersebut disebut dengan
pemimpin otokrtik atau otoriter. Kepemimpinan otokratik bertolak bahwa
pimpinanlah yang memiliki tanggung jawab penuh teradap organisasi. Pemimpin
otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada
dirinya. Dia bekerja sungguh-sunguh, bekerja keras, tertib, tidak boleh dibantah,
menang diri, tertutup ide dari luar, dan hanya idenya yang dianggap akurat. Pemimpin
otokratik memiliki ciri-ciri :
a.
Beban
kerja organisasi di tanggung oleh pimpinan.
b.
Bawahan
hanya dianggap sebagai pelaksana dan tidak boleh memberikan ide-ide baru.
c.
Bekerja
keras, disiplin, dan tidak mengenal lelah.
d.
Menentukan
kebijakan sendiri dan jika bermusyawarah hanya bersifat penawaran saja.
e.
Memiliki
kepercayaan rendah terhadap bawahan. Jika kepercayaan diberikan di dalam
dirinya masih penuh ketidakpercayaan.
f.
Komunikasi
satu arah dan tertutup.
g.
Korektif
dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang.
2.
Pemimpin Demokratis
Inti demokrasi adalah keterbukaan dan keinginan memosisikan
pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Tipe kepemimpinan demokratis bertolak
dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat
tercapai. Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan demokratis ialah suatu
gaya kepemimpinan dimana pemimpin memainkan “peran premisif”. Istilah premisif
berasal dari bahasa Inggris yang berarti mengijinkan. Premisif diartikan
sebagai pembagian funsi-fungsi kepemimpinan dengan para angota kelompok melalui
partisipasi mereka dalam menetapkan perencanaan, tujuan, dan pengarahan
kegiatan.
Penulis buku ini merumuskan bahwa kepemimpinan demokratis ialah
kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi dinamis,
pemimpin mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpin
untuk mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif. Ciri kepemimpinan
demokrasi antara lain:
a.
Beban
kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi.
b.
Bawahan
dianggap sebagai komponen pelaksana yang harus diberi tugas dan tanggung jawab.
c.
Disiplin
tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama.
d.
Kepercayaaan
tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan.
e.
Komunikasi
dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
Pimpinan
demokratis dalam arti semu tidaklah demokratis. Demokratis hanya dijadikan
selubung untuk memperoleh kemenangan tertantu. Pimpinan seperti ini disebut pimpinan
pseudo demokratis yang sebenarnya otoriter namun berbuat seolah-olah demokratis.
Pimpinan pseudo demokratis memiliki ciri-ciri:
a.
Banyak
meminta pendapat namun punya pendapat sendiri yang dipaksakan disetujui.
b.
Seolah
- olah mengiyakan tetapi akhirnya menyalahkan.
c.
Banyak
memberikan pujian kepada bawahan padahal hanya untuk menarik simpati.
d.
Mengambil
keputusan secara simbolis.
3.
Pemimpin Permisif
Kata
permisif bermakna serba boleh, serba mengiyakan, tidak mau ambil pusing, tidak
bersikap dalam makna sikap sesungguhnya, dan apatis. Pemimpin permisif tidak mempunyai
pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Dia terlalu banyak mengambil muka
dengan dalih untuk menggenakkan individu dihadapannya. Ciri pimpinan yang
permisif yaitu :
a.
Tidak
ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri.
b.
Mengiyakan
semua saran.
c.
Lambat
dalam mengambil keputusan.
d.
Banyak
mengambil muka kepada bawahan.
e.
Ramah
dan tidak menyakiti bawahan.
B.
Etika Kepemimpinan Kepala Sekolah
Untuk menjalankan tugas jabatannya, seorang kepala sekolah
memerlukan komitmen yang dapat dijabarkan dalam bentuk etika jabatan atau etika
kepemimpinan kepala sekolah.
1.
Pengertian
etika jabatan
Etika berasal dari kata ethos (yunani kuno) yang berarti kesusilaan.
Dalam bahasa Indonesia kata ethos menjadi etik atau etika yang berarti norma, kaidah
atau aturan. Etika jabatan atau etika kepemimpinan kepala sekolah di maksudkan
sebagai jabatan dan perilaku standar kepala sekolah dalam menjalankan
kepemimpinannya.[2]
a.
Tujuan
Tujuan etika
kepemimpinan kepala sekolah adalah untuk:[3]
1)
Memandu
kepala sekolah dalam berperilaku.
2)
Menghindari
perilaku negative dan destruktif.
3)
Mengembangkan
profesionalitas.
4)
Membentuk
citra kepala sekolah.
5)
Menghayati
falsafat pendidikan.
b.
Tugas
dan tanggung jawab
Tugas dan tanggung jawab kepemimpinan kepala sekolah di rumuskan dalam
11 langkah sebagai berikut:[4]
1)
memahami
misi dan tugas pokoknya;
2)
mengetahui
jumlah pembantunya;
3)
mengetahui
nama – nama pembantunya;
4)
memahami
tugas setiap pembantunya;
5)
memperhatikan
kehadiran pembantunya;
6)
memperhatikan
peralatan yang dipakai pembantunya;
7)
menilai
pembantunya;
8)
memperhatikan
karier pembantunya;
9)
memperhatikan
kesejahteraan;
10)
menciptakan
suasana kekeluargaan;
11)
memberikan
laporan kepada atasannya.
c.
Sikap
dan perilaku yang perlu dimiliki kepala sekolah
Sikap
dan perilaku kepemimipinan kepala sekola yang harus dimiliki kepala sekolah
adalah sebagai berikut:[5]
1)
Memiliki
tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan kepadanya.
2)
Memiliki
kepedulian dan komitmem yang tinggi untuk mencapai sesuatu yang bermakna selama
menduduki jabatannya.
3)
Menegakkan
disiplin waktu dengan penuh kesadaran bahwa disiplin merupakan kunci keberhasilan.
4)
Melaksanakan
setiap tugas dan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, dan selalu jelas makna
(value) dari setiap kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu lulusan.
5)
Proakif
(berinisiatif melakukan sesuatu yang di yakini baik) untuk peningkatan mutu
pendidikan di sekoalah, tidak hanya reaktif ( hanya melaksanakan kegiatan jika
ada petunjuk ).
6)
Mempunyai
kemauan dan keberanian untuk menuntaskan setiap masalah yang dihadapi oleh
sekolahnya.
7)
Menjadi
leader yang komunikatif dan motivator bagi stafnya untuk lebih berprestasi
serta tidak bersikap bossy (pejabat yang hanya mau di hormati dan di patuhi ).
8)
Memiliki
kepekan dan merasa ikut bersalah terhadap sesuatu yang kurang pas serta
berusaha mengoreksinya.
9)
Berani
mengoreksi setiap kesalahan secara tegas
dan bertindak bijaksana.
Dari penjelasan diatas telah dijelaskan bahwa kepala sekolah itu
memiliki etika yang harus dalam melakukan tugas kepemimpinannya. Dimana dengan
etika tersebut kepala sekolah dapat memposisikan dirinya secara proporsional.
Comments
Post a Comment